Nasib itu ada di tangan Tuhan. Seringkali aku memikirkan kalimat ini.
Rasanya ada benarnya juga. Tapi apakah ini nasib yg digariskan Tuhan aku
tidak tau mungkin lebih tepat ini adalah godaan dari setan. Seperti
pagi ini ketika di dalam bus menuju ke kantor aku duduk di sebelah cewe
cantik dengan tinggi 150 cm, umur sekitar 27 tahun, bertubuh sekal dan
berkulit putih. Mula-mula aku tidak perduli karena hobiku untuk tidur di
bis sangat kuat namun hobi itu lenyap seketika ketika cewe di sebelahku
menarik tas dipangkuannya untuk mengambil hp-nya yg berdering. Sepasang
paha putih mulus menyembul dari rok biru tua yang dipakainya.
Pemandangan itu cukup menarik sehingga menggugah seleraku menjadi
bangkit. Aku lantas mencari akal bagaimana memancing percakapan dan
mencari informasi.
Sepertinya sudah alamnya ketika kita kepepet seringkali ada ide yg
keluar. Saat itu setelah dia selesai menelefon tiba-tiba mulutku sudah
meluncur ucapan :
"Wachhh... hobinya sama juga yach !" Sejenak dia memandangku bingung, mungkin berpikir orang ini sok akrab banget sich.
"Hobi apaan ?" tanyanya.
"Itu nitip absen", sahutku dan dia tertawa kecil.
"Tau aja kamu. Dasar tukang nguping", sahutnya.
Akhirnya obrolan bergulir. Selama percakapan aku tidak menanyakan nama,
pekerjaan maupun teleponnya, tapi lebih banyak cerita lucu. Sampai
akhirnya dia ngomong "kamu lucu juga yach.., nggak kaya cowo yang laen."
"Maksud kamu ?" tanyaku lagi.
"Biasanya mereka baru ngobrol sebentar udah nanya nama terus minta nomor
telepon." Obrolan terus berlanjut sampe dia turun di Thamrin dan aku
terus ke kota.
Dua hari kemudian aku bertemu dia lagi. Dia menghampiriku dan duduk
disebelahku. Dia bercerita bahwa teman-temannya penasaran karena dia
hari itu punya banyak cerita konyol. Pagi itu kami menjadi lebih akrab.
Sambil bercanda tiba-tiba dia berkata :
"Kamu pasti suka maen cewe yach, soalnya kamu jago ngobrol banget. Pasti banyak cewe di bis ini yang kamu pacarin."
Sumpah mati aku kaget sekali denger omongan dia. Kayanya maksud aku buat
kencan ama dia udah ketauan. Akhirnya karena udah nanggung aku ceritain
aja ke dia kalo aku sudah beristri dan punya anak. Ech rupanya dia
biasa aja, justru aku yang jadi kaget karena ternyata dia sudah bersuami
dengan satu anak. Wuichhh, nggak nyangka banget kalo doi udah punya
anak.
Selanjutnya sudah bisa ditebak. Obrolan sudah lebih ringan arahnya.
Akupun mulai memancing obrolan ke arah yang menjurus sex. Keakraban dan
keterbukaan ke arah sex sudah di depan mata. Sampai suatu sore setelah
dua bulan perkenalan, kami janjian pulang bareng. Posisi duduk kami
sudah akrab dan menempel. Bahkan dia tidak sungkan lagi mencubit aku
setiap dia menahan tawa atau tidak tahan aku goda. Beberapa kali ketika
dia mencubit aku tahan tangannya dan dia tampaknya tidak keberatan
ketika akhirnya tangan kirinya aku tumpangkan di pahaku dan aku
elus-elus lengannya yang berbulu cukup lebat sambil terus ngobrol.
Akhirnya dia sadar dan berbisik, "Wachh, kok betah banget ngelus tanganku, entar bersih lho."
"Habis gemes aku liat bulunya, apalagi kumis tipis kamu," sahutku sambil nyengir.
"Dasar gila kamu," katanya sambil menyubit pahaku.
Serrrrrr..., pahaku berdesir dan si junior langsung bergerak memanjang.
Aku lihat bangku sekelilingku sudah kosong sementara suasana gelap malam
membuat suasana di dalam bis agak remang-remang. Aku angkat tangan
kirinya dan aku kecup lembut punggung jarinya. Dia hanya tersenyum dan
mempererat genggaman tangannya. Akhhhhh... sudah ada lampu hijau
pikirku. Akhirnya aku teruskan ciuman pada punggung jarinya menjadi
gigitan kecil dan hisapan lembut dan kuat pada ujung jarinya. Tampaknya
dia menikmati sensasi hisapan di jarinya. Wajahnya tampak sendu dan
akhirnya dia menyender ke samping pundakku. Akhirnya ketika bis memasuki
jalan tol, aktivitas kami meningkat. Tangan kananku sudah mengusap
payudaranya yang putih berukuran 36 B. Terasa padat dan kenyal.
Putingnya semakin lama semakin mengeras dan terasa bertambah panjang
beberapa mili. Sementara itu tangannya juga tidak tinggal diam mulai
mengelus-ngelus penisku dari luar. Setelah beberapa menit tiba–tiba
sikapnya berubah menjadi liar dan agresif. Dia tarik ritsletingku dan
terus merogoh dan meremas penisku yang sudah tegang. Tanganku yang di
dada ditarik dan diarah kan ke selangkangannya. Aku tidak dapat berbuat
banyak karena posisinya tidak menguntungkan sehingga hanya bisa mengelus
pahanya saja.
Turun dari bis aku bilang mau anter dia sampai dekat rumahnya. Aku tau
kita bakal melewati pinggir jalan tol. Daerah itu sepi dan aku sudah
merencanakan untuk menyalurkan hasratku di daerah itu. Tampaknya dia
memiliki pikiran yang sama. Ketika berjalan, tanganku merangkul sambil
mengelus payudaranya dari luar dan ketika kita melewati jalan yang sepi
tersebut aku langsung mencium dan menghisap bibirnya. Dengan cepat dia
menyambut bibirku, menghisap dan menyedotnya. Tangannya langsung beraksi
menurunkan ritsleting celanaku dan aku sendiri langsung mengangkat
roknya. Rrrretttttt... aku tarik kasar cdnya..., jariku langsung
menyelusup masuk ke vaginanya terasa hangat dan licin. Rupanya dia
sangat terangsang sejak di bis tadi.
Di tengah deru nafasnya dia berdesah : "Ayo mas... masukin aja... aku kepengen banget nech. Hhhhhh..."
"Sebentar sayang", sahutku, "Kita cari tempat yang aman."
Aku tarik dia melewati pagar pengaman tol dan ditengah rimbun pohon aku
senderkan dia dan mengangkat kaki kanannya. Dengan bernafsu aku buka
celanaku dan megarahkan penisku ke vaginanya tapi cukup sulit juga.
Akhirnya dia menuntun penisku memasuki vaginanya. Luar biasa, itulah
sensasi yang aku rasakan ketika ujung penisku mulai menyeruak memasuki
vaginanya yang sudah dibasahi cairan nafsu. Ditengah deru mobil yang
melintasi jalan tol aku memompa pantatku dengan gerakan pelan dan
menghentak pada saat mencapai pangkal penisku. Dia menyambut dengan
menggigit pundakku setiap aku menghentak penisku masuk kedalam
vaginanya.
"Ooochhhh... auchhhh... Masssss... oochhh...", desahnya. Birahi dan
ketegangan bercampur aduk dalam hatiku ketika terdengar suara orang
melintasi jalan dibalik pagar. Namun lokasi kami cukup aman karena
gelapnya malam dan terlindung pohon yang cukup lebat. Bahkan mungkin
orang yang berjalan itu tidak akan berpikir ada sepasang manusia yang
cukup gila untuk ber cinta di pinggir jalan tol tersebut.
"Gantian mas... aku cape", katanya. Aku lantas duduk menyandar dan dia
berjongkok mengarahkan vaginanya. Ketika penisku kembali menyeruak
diantara daging lembut vaginanya yang sudah licin, sensasi itu kembali
menerpa diriku. Sambil memegang bahuku, dia mulai menekan pantatnya dan
menggerakan pinggulnya dengan cara menggesek perlahan, maju mundur
sambil sesekali memutar. Kenikmatan itu kembali mendera dan semakin
tinggi intensitasnya ketika aku membantu dengan menekan keatas pinggulku
sambil menarik pantatnya. Desahan suaranya makin keras setiap kali
kemaluan kami bergesekan, "uchhhhh... ssshhh... uchhhhh...". Mataku
sendiri terpejam menikmati rasa yang tercipta dari pergesekan bulu
kemaluan kami sambil terus menggerakkan pinggul mengimbangi gerakannya.
"Terus sayang... ayo terus", desahku.
Keringat sudah membasahi punggungnya dan gerakan kami sudah mulai
melambat namun tekanan semakin ditingkatkan untuk mengimbangi rasa
nikmat yang menjalar disekujur tubuh kami dan terus bergerak ke arah
pinggul kami, berkumpul dan berpusar di ujung kemaluan kami. Berdenyar
dan ujung penisku mulai siap meledak, sementara dia mulai mengerang
sambil menjepitkan vaginanya lebih keras lagi.
"Hegghhhhhh... hhhegghhhh... heghhh... terus mas... sodok... sodok
terussss... mas... yachhh... disitu... terus... terussss...
ooocchhhhhhh", dengan desahan panjang sambil mendengakkan kepalanya, dia
menekan dan menjepit keras penisku sementara vaginanya terus
berdenyut-denyut.
Aku hanya bisa terdiam sambil memeluk tubuhnya menunggu dia selesai
orgasme. Ketika jepitannya mulai mengendur aku langsung bereaksi
meneruskan rasa yang tertunda itu, tanpa basa basi rasa nikmat itu mulai
menerjang kembali, berkumpul dan meledak menyemburkan cairan
kenikmatanku ke dalam vaginanya. Aku sodokan penisku sambil menekan
pinggulnya sementara kakiku mengejang menikmati aliran rasa yang
menerjang keluar dari tubuhku itu.
Setelah beristirahat beberapa menit kami saling memandang... akhirnya tersenyum dan tertawa.
"Kamu memang bener-bener gila, tapi jujur aku sangat menyukai bercinta
dengan cara seperti ini. Aku belum pernah senikmat ini bercinta."
akunya.
"He.. h.. he.. sama donk", kataku sambil mengecup bibirnya yang tipis
berkumis itu sementara kemaluanku mulai mengendur di dalam vaginanya.